Selasa, 19 Juni 2007

Museoleum Ratu Mas Malang: Jejak Kraton Pleret

Kraton Pleret hancur setelah Pasukan Trunajaya menyerbu dan membakar Kraton pada tahun 1676. Hingga kunjungan Rouffaer pada tahun 1889, yang tersisa hanyalah sebagian dari tembok keliling kraton dan 3 deretan umpak atau alas untuk tiyang kayu. Bekas-bekas tembok Kraton yang masih berdiri itupun hilang pada awal abad dua puluh ketika sebuah pabrik gula dibangun tepat dilokasi kraton ini. Sebagian yang masih tertimbun tanah telah digali penduduk dan diolah kembali untuk bahan pembangunan pemukiman. Kemungkinan besar bangunan utama kraton sebagian besar dari bahan kayu sehingga mepercepat kemusnahannya. Di bekas lokasi Kraton Pleret ini sekarang telah menjadi pemukiman penduduk. Nama-ama desa yang ditemukan di lokasi ini merupakan toponim dari nama-nama bangunan Kraton sebelumnya, seperti, Kedaton, Segarayasa, Kauman Punngkuran dan sebagainya. Di desa-desaini masih ditemukan beberapa benda peninggalan Kraton seperti Sumur Gumuling, Umpak Batu, dan yang masih sangat relatif utuh adalah Makam Ratu Mas Malang dan suaminya Ki dalang Panjang Mas di Gunung Kelir.

Secara fisik, makam Ratu Mas Malang dan Ki dalang Panjang Mas ini masih relatif utuh. Luas kompleks secara keseluruhan kurang lebih tiga puluh kali tiga puluh meter persegi, dikelilingi tembok besar yang terbuat dari batu bata sejaman yang tebalnya kurang lebih 60 centimeter. Letak Makam Ratu Mas Malang tepat berada di tengah-tengah kompleks makam. Di sebalan kanan kirinya terdapat beberapa makam yang hingga kini belum teridentifikasi. Makam Ki Panjang Mas terletak di pojok barat laut di bawah pohon beringin yang besar. Pada dinding dalam dan luar tembok dihiasi dengan relief wayang kulit, yang diambil dalam adegan cerita tertentu. Mengenai relief wayang ini perlu penelitian lebih lanjut, misalnya siapa yang mebikin reliefnya, dan apakah adegan tertentu dalam relief itu memiliki makna simbolik dengan kisah hidup Raja, Ratu Mas Malang, atau Ki Dalang sendiri. Di samping makan Ki Ratu Mas Malang dan Ki dalang Panjang Mas masih ditemukan pula puluhan makam yang lain. Menurut rakyat setempat makam-makam itu adalahan para niyaga atau penabuh gamelan dari Ki dalang Panjang Mas yang dibunuh bersamaan dengan Ki Panjang Mas. Tradisi lisan juga mengatakan bahwa bahwa di kompleks makam ini ditanam pula seperangkat gamelan milik dari Ki Dalang Panjang Mas. Informasi ini tentu perlu ditindaklanjuti, misalnya dengan mempergunakan alat deteksi logam. Jika memang benar ada tentu hal ini akan menjadi penemuan yang berharga bagi pengembangan penelitian tentang sejarah dan kebudayaan Jawa, khususnya sejarah kesenian dan gamelan Jawa.

Di dalam kompleks makam ditumbuhi pohon-pohon tua dan khas makam di Jawa seperti Kamboja dan Beringin yang telah ratusan tahun umurnya. Tentu saja keberadaan pohon-pohon itu menjadi obyek yang marik pula bagi para ahli botani.Di luar kompleks makam terdapat beberapa peninggalan lain, yaitu berupa sendang atau sumber mata air yang sengaja dibuat untuk keperluan ziarah ke makam. Sendang ini letaknya berada disebelah timur laut makan, letaknya lebih tinggi dari kompleks makam. Sendang ini dalamnya kurang lebih tiga meter dengan diameter tiga kali dua setengah meter. Uniknya, walaupun berada di puncak bukit, airnya tidak pernah kering sekalipun di musim kemarau. Sendang ini juga dikelilingi tembok walaupun secara fisik kondisinya tidak sebaik tembok ang mengelilingi makam. Di sebelah barat sendang ini berdiri sebuah pohon besar yang sudah ratusan tahun umurnya. Masyarakat setempat memiliki cerita sendiri tentang pohon itu. Salah satu dahan dari pohon itu patah, yang konon disebabkan karena terkena peluru dari pesawat pada masa Perang Kemerdekaan. Konon pada masa itu masyarakat sekitar mengungsi di puncak bukit, dan karena keberadaan pohon itu masyarakat selamat dan terhindar dari peluru yang mengarah ke mereka. Dengan kata lain mayarakat memandang pohon itu sebagai pelindung. Pada saat isu tsunami melanda masyarakat Jogyakarta, pada bulan Mei 2006, masyakat setempat juga mengungsi di Gunung kelir untuk menyelamatkan diri dari luapan air.

Di luar tembok ditemukan sebuah lubang yang dalamnya kurang lebih dua meter dengan luas tiga kali tiga meter persegi. Kemungkinan pada awalnya sendang untuk keperluan ziarah makam itu akan dibuat ditempat ini, tetapi karena tidak keluar sumber air lalu mencari lokasi lain. Di luar tembok makam yang mengelilingi sendang ini juga ditemukan sebuah batu berbentuk persegi panjang yang mirip peti kayu untuk menyimpan wayang. Penduduk setempat juga percaya bahwa di dalamnya dipendam wayang milik dalang Ki Panjang Mas. Di bagian lereng sebelah timur bukit ada beberapa lubang buatan yang konon dipakai untuk bersembunyi para penduduk pada masa pendudukan Jepang. Secara keseluruhan, sekitar makam ditumbuhi tanaman yang cukup lebat dan rindang, yang membuat kondisi di sekitar kompleks makam dan sendang ini sejuk dan rindang.

Tidak ada komentar: